Cerpen film "Doea Tanda Cinta"


DOEA TANDA CINTA


Namaku bagus, aku adalah Seorang pemuda di suatu kampung yang berada di Yogyakarta. Aku juga merupakan seorang pemuda yang brandal dan suka berkelahi dengan preman-preman disekitar tempat tinggal ku. Tetapi dibalik itu semua, semata-mata aku lakukan untuk kebaikan. Aku juga merupakan seseorang yang taat beribadah setidaknya walaupun aku suka berkelahi tapi tetap ibadah nomor satu untuk ku. Aku dan keluarga ku memiliki usaha laundry dirumah. Tidak jarang pula aku suka menjaga toko laundry tersebut.  Pada suatu hari aku sampai meninggalkan toko laundry hanya untuk berkelahi dengan anak buah bendet, yaitu anak buah dari salah satu orang yang disegani di kampung ku, aku terpaksa berkelahi, karena  anak buah bendet sudah berani memalak orang-orang disekitar tempat tinggal ku, apalagi saat itu anak buah bendet sedang mengenakan baju tentara, yang membuat aku sangat geram dengan tingkahnya, ia mengenakan baju tentara tetapi sambil memalak orang-orang sekitar. Tidak lama dari kejadian itu  Ibuku mengetahui kalau aku habis berkelahi dengan anak buah bendet, ibuku mengetahui kejadian tersebut dari adik ku, ia mengadu pada ibu kalau aku habis berkelahi lagi dan hal tersebut sangat membuat ibu marah, karena ibu tau siapa itu anak buah bendet, dan ibuku tidak ingin berurusan dengan bendet, karena kalau sudah berurusan dengannya, bukan hanya cari masalah lagi tetapi cari mati. “kalau kamu tidak suka dengan orang yang memakai baju tentara yang hanya untuk bergaya saja, kenapa tidak kamu saja yang menjadi tentara sungguhan.” Ujar ibu sambil meninggalkanku pergi. Mendengar perkataan ibu tadi aku langsung berkaca pada cermin yang ada dikamar, sambil berdiri tegap layaknya seorang tentara dan berpikir apa aku pantas menjadi seorang tentara sungguhan. Akhirnya akupun mencoba mendaftarkan diri untuk menjadi taruna di akademi militer.

Suara motor terdengar dari lorong besment sebuah club malam , ternyata motor itu adalah motor yang di kendarai oleh mahesa, ia ingin bertemu dengan pacarnya yang ternyata saat itu pacarnya sedang kencan bersama laki-laki lain. Melihat kejadian itu, mahesa langsung menghajar laki-laki tersebut dan membawa pacarnya pergi meninggalkan club malam itu. Mahesa adalah seorang pemuda yang merupakan anak dari seorang tentara dan memiliki kehidupan yang mewah. Tetapi Ia sangat malas dan hanya bisa menghabiskan harta orang tuanya saja dengan foya-foya. Ayahnya pun telah mengetahui kejadian dimana mahesa telah memukul seorang laki-laki di sebuah club malam, mendengar hal itu ayahnya sangat marah dan merasa gagal mendidik mahesa. Akhirnya Ayahnya pun mendaftarkan mahesa pada akademi militer di magelang, agar mahesa dapat menjadi seseorang yang lebih disiplin, mandiri dan bertanggung jawab. Karena menurut ayahnya, sudah saatnya mahesa berpikir untuk masa depanya, bukan hanya menjadi seorang pemuda yang malas dan tidak mempunyai tujuan hidup..

Di sore hari yang sejuk, Suara hentakan kaki berlari dan kerasnya suara nyanyian para taruna, sangat terdengar di halaman dalam wilayah akademi militer, di magelang. Aku dan mahesa yang merupakan taruna baru, yang sudah berhasil bergabung dalam satuan pendidikan akademi militer. Tidak hanya itu kami berdua juga tidur satu barak (kamar asrama taruna/tentara). Di dalam barak tersebut juga terdapat beberapa taruna-taruna lain yang berasal dari berbagi daerah. Aku pun menghampiri beberapa teman di dalam barak dan mencoba memperkanalkan diriku pada mereka.

”Siap, Saya Bagus “ ucap ku untuk memperkenalkan diri pada teman baruku.

 “Siap,  Saya Hans “ jawab  hans sambil menjabat tangan ku.

hari-hari berlalu, kehidupan ku sebagai prajurit taruna di akademi militer semakin terasa, aku dididik sangat keras dan disiplin, latihan setiap hari, dibawah terik matahari, akhirnya sudah membuat ku terbiasa akan kerasnya kehidupan sebagai prajurit taruna akademi militer.



“Allahuakbar-allahuakbar “ suara azan terdengar dari dalam masjid.

Aku dan Para taruna lainya pun bergegas untuk salat berjamaah.



Setelah itu aku langsung bergegas kembali baris dilapangan untuk melaksanakan apel pagi  tetapi saat berada dibarisan ternyata ada satu orang yang tidak hadir dalam barisan pleton (kelompok) ku, Ternyata orang tersebut adalah mahesa. Lalu komandan yang sedang memimpin barisan pleton ku, yang juga seorang senior menyuruh ku dan semua taruna untuk mencari mahesa sampai ketemu, kalau barisan pleton ku belum lengkap aku dan taruna lainya tidak akan apel. Kebetulan aku adalah seorang ketua kelas di pleton ini. Sebagai ketua kelas aku segera bergegas membubarkan barisan dan segera mencari mahesa sampai ketemu. Semua taruna yang ada di dalam pleton ku, juga ikut mencari mahesa. Kami semua mencari disekitar asrama,. Sampai akhirnya aku dan teman-temanku menemukan mahesa sedang tidur di ruang ganti baju para taruna. aku pun langsung membangunkan mahesa yang sedang tertidur tetapi karena mahesa sangat susah dibangunkan akhirnya aku dan teman-temanku terpaksa mengangkat mahesa untuk cepat bergegas dan masuk ke lapangan. Karena kalau satu kena semuanya kena, artinya kalau salah satu diantara kita terlambat dan kena masalah semua anggota barisan juga akan kena hukuman. Karena aku dan yang lain mencari mahesa cukup lama dan sudah membuat komandan senior marah, akhirnya kami semua dihukum untuk push-up sebanyak 50 kali.



“Nanti siang akan ada pesiar, itu artinya kesempatan untuk kalian keluar dari lingkungan kesatria ini” ujar komandan senior. Tetapi komandan senior mengingatkan kami semua untuk tetap disiplin dan menjaga etika sebagai seorang prajurit taruna akademi militer. Pada siang hari aku dan semua taruna lainya bergegas untuk mandi dan rapih-rapih untuk pergi pesiar.



“nyong, kamu tinggal deket sini?” tanya mahesa kepada inyong yang merupakan teman satu barak aku dan mahesa.

“iyo, kenapa?” jawab inyong.

“dari rumah kamu ke bandara jauh apa dekat?” tanya mahesa.

“memangnya siapa yang mau ke bandara?” tanya inyong.

“aku, aku mau cabut,” jawab mahesa.

“cabut?” tanya inyong sambil memasang raut wajah kebingungan.

“cabut tuh maksudnya pergi, minggat.” jawab mahesa.

“astahgfirullahalazim….,” ucap inyong yang seakan tidak percaya dengan perbuatan yang ingin dilakukan mahesa.

“sssttttt ssstttt, bantuin aku ya,” ucap mahesa sambil mendekati inyong.



Hari semakin siang aku dan taruna lainnya pun segera bergegas jalan dan baris untuk pergi pesiar. Tetapi sebelum pergi pesiar kami semua dibariskan kembali dan diperiksa semua kelengkapan yang wajib dibawa saat pesiar.



“kamu merasa ada barang mu yang hilang tidak, mana buku sakumu?” tanya komandan senior kepada mahesa.

Mahesa langsung memeriksa saku bajunya dan ternyata memang ia tidak membawa buku saku miliknya.

“MANA?” tanya komandan senior sambil memasang muka marah dan membentak mahesa.

“Siap! tidak ada,” jawab mahesa dengan lantang.

“kenapa tidak ada?” tanya komandan senior.

“Siap! tidak tahu,” jawab mahesa.

Mendengar jawaban mahesa komandan senior pun pergi dan memeriksa kelengkapan taruna lainya.

“karena kelalaian ini, Pleton 2 tidak diizinkan pesiar,” ucap komandan senior tegas.

“dan kau mahesa, jangan sekali-kali kau meninggkalkan ini di loker, jelas!” ucap komandan senior tegas sambil memegang buku saku milik mahesa.

“siap! Jelas” jawab mahesa dengan lantang.



Karena ulah dari mahesa, kami semua tidak jadi pergi pesiar, kami pun kembali ke asrama. Malam hari pun tiba, aku dan taruna lainya bersiap untuk tidur.



“DUAR DUAR DUAR……” suara tembakan terdengar keras di dalam barak ku.

layaknya sedang perang, Suasana mencekam sangat terasa, aku yang saat itu sudah tertidur pulas harus segera bangun dan bersiap-siap memakai pakaian tentara lengkap dengan semua atributnya. Setelah itu aku dan semua anggota pleton ku bergegas baris rapih dilapangan.



“lapor!, Pleton 2, jumlah 22, kurang 1, hadir 21, satu tanpa keterangan. Laporan selesai.” laporan ku kepada komandan senior.

“kalau saja ini di medan pertempuran, kalian semua pasti sudah habis disikat lawan, JELAS!!!” ucap komandan senior dengan tegas.

“Siap!, JELAS” jawab kami semua.



Komandan senior pun menyuruh dangton untuk segera memeriksa sekitar lingkungan asrama, sampai menemukan siapa yang tidak hadir tanpa keterangan pada malam hari itu. Ternyata taruna yang tidak hadir itu adalah mahesa, lagi-lagi mahesa yang membuat masalah. Mehesa ditemukan oleh dangton saat ia sedang memanjat tembok pembatas asrama dan ingin mencoba kabur dari asrama. Mahesa pun langsung dibawa oleh dangton keruangannya. setelah itu kami semua pun kembali ke barak dan segera tidur. Setelah mahesa kembali ke barak. Aku mencoba menghampiri mahesa yang sedang duduk diatas kasurnya dan terlihat raut wajah menyesal dari mahesa, ia menyesai akan perbuatannya itu. Aku pun menghampirinya dan membawakan air putih untuk mahesa agar dia sedikit merasa lebih tenang. Setelah itu kami lanjut tidur kembali.



Di pagi hari yang cerah, aku sudah harus berlari melewati bukit-bukit serta hutan yang ada di sekitar tempat pendidikan ku itu. Dengan membawa tas serta memegang senjata aku dan semua taruna lainya semangat untuk berlari, meskipun sangat terasa melelahkan. 



Didalam sebuah perpustakaan, aku dan beberapa teman ku berkumpul sambil mebaca buku dan berdiskusi bersama, salah satu teman ku mengatakan bahwa sebentar lagi kami semua akan pisah. Pardede ke angkatan udara, mulyanto dan karubabas ke angkatan laut, porsan dan bengat ke angkatan darat. Mendengar hal itu porsan merasa sedih karena mereka sebentar lagi akan berpisah, tetapi walaupun begitu kita tetap satu angkatan hanya saja terpisah oleh jarak dan waktu. Saat aku dan taruna lainya sedang berdiskusi, tiba-tiba mahesa datang menghampiri



“kamu sudah boleh keluar dari rumah sakit?” tanyaku pada mahesa.

“sudah.” Jawab mahesa sambil menganggukan kepala.



Mahesa datang untuk berterima kasih pada porsan dan hans yang telah menolongnya ketika ia terjatuh dari jurang saat lari di hutan tadi pagi.



Waktu perpisahan pun tiba, dimana semua anggota pleton ku sudah harus pergi ke angkatanya masing-masing. Ada yang di udara, laut dan darat. Kebetulan aku dan mahesa di tetapkan di angkatan darat. Di pagi hari yang cerah, kami semua yang sudah terpilih masuk pada angkatan darat, bergegas baris dilapangan dan menunggu kakak-kakak asuh yang akan memilih kami menjadi adik asuhnya serta akan mengasuh kami selama berada di pendidikan angkatan darat ini. Aku sangat tegang menantikan siapa yang akan menjadi kakak asuh ku nanti, semoga saja aku mendapatkan kakak asuh yang baik dan tidak galak. Sampai akhirnya kaka-kakak asuh mengahmpiri kami satu persatu dan memilih siapa yang akan menjadi adik asuhnya. Aku di hampiri oleh seorang kakak asuh dan diapun bertanya kepadaku.



“kau tau arti helm tempur bagi seorang prajurit?” tanya kasuh.

“Siap!, sebagai pelindung kepala,” jawab ku dengan lantang.

“Pelindung kepala, memang kenapa kalau tidak dilindungi?” tanya kasuh kembali.

“Siap!, bisa terkena tembakan,” jawabku.

“itu artinya, semua prajurit mempercayakan sebagian nyawanya pada helm tempur, jadi jangan main-main kamu, apalagi kalau bukan helm kamu sendiri, PAHAM!” ujar kasuh kepadaku.

“Siap!, PAHAM,” jawabku dengan lantang.



Lalu kasuh itu pun langsung mengangkat tanganya kearah ku dan berjabat tangan kepada ku sambil berkata “kita saudara.” Yang artinya dialah yang sudah memilih ku untuk menjadi adik asuhnya. Tidak hanya aku saja yang diberi pertanyaan seperti itu, tetapi juga pada taruna-taruna lainya. Mereka memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut memang dengan sengaja, hanya untuk mengetes kesiapan para calon adik asuh yang akan mereka asuh nantinya.



Hari pesiar pun tiba, aku dan mahesa bingung ingin menghabiskan waktu pesiar untuk pergi kemana, karena waktu pesiar tidak lama hanya beberapa jam saja. Akhirnya Aku pun mengajak mahesa untuk pergi keluar hanya untuk sekedar jalan-jalan. Aku ingin bertanya pada bang bram yang merupakan kakak asuhku dan menanyakan tempat-tempat yang oke yang belum pernah aku dan mahesa kunjungi. Bang bram merupakan sersan mayor satu taruna, yang sekaligus merupakan kakak asuhku. Aku dan mahesa berjalan menuju ruanganya untuk memohon izin serta mengajak bang bram pergi pesiar bersama. Bang bram pun mengabulkan permohonan kami ia mengajak aku dan mahesa makan sate kambing bersama di tempat biasa bang bram makan.



“gimana, lebih enak mana? Makanan disini atau di kesatria?” tanya bang bram kepada aku dan mahesa.

“Siap!, enakan makanan disini,” jawabku sambil tersenyum malu



Ternyata rumah makan sate kambing tersebut merupakan rumah makan dari pakle bang bram, yaitu adik dari ayah bang bram.



“Hey!” suara yang terdengar sedang memanggil bang bram. Ternyata suara tersebut adalah suara dari pakle bang bram yaitu suara pakle darto. Aku, bang bram dan mahesa pun langsung menghampiri pakle darto dan berkenalan denganya. Pakle darto pun menyuruh bang bram untuk mampir kerumahnya bersama aku dan mahesa,  karena sudah lama sekali bang bram tidak mampir kerumah pakle darto lagi. Kalau tidak disuruh mampir bang bram ga akan mampir-mampir kerumah pakle darto. Aku, bang bram dan mahesa berjalan menuju rumah pakle darto. Sesampainya dirumah pakle darto kami di persilakan duduk oleh bang bram dan bang bram pun masuk kedalam rumah untuk bertemu dengan laras putri kedua dari pakle darto.



Terdengar suara bisik-bisik bang bram dan laras dari dalam rumah.

“Mas bram, barang yang aku minta mana? Lupa lagi ya,” tanya laras kepada bang bram.

“ohhhh, engga ada-ada, tuh di tas depan, ambil sendiri sana,” jawab bang bram

Laras pun langsung berjalan kedepan teras rumahnya dan segera mengambil barang yang ia minta pada bang bram. Namun ia kaget ternyata ada tamu selain bang bram yaitu aku dan mahesa. Melihat kami berdua, laras langsung kembali masuk ke dalam rumah menuju bang bram dan bertanya siapa dua orang tamu itu. Bang bram pun mengajak laras kembali keluar untuk berkenalan dengan aku dan mahesa.

 

“Hey, ini kenalkan laras anaknya lek darto, putri nomer dua,” ujar bang bram.

“Siap!” jawabku dan mahesa. sambil menyodorkan tangan pada laras secara bersamaan.

“Mahesa.” ucap mahesa sambil menjabat tangan laras terlebih dahulu di banding aku.

“Bagus.” ucap ku sambil menjabat tangan laras.

"Pada mau minum apa?" tanya laras kepada aku dan mahesa.

"Gausah, terima kasih," jawab mahasa dengan cepat.

"Barusan kita minum dirumah makan," jawab ku

"Hmmm tapi kan disini belum," ucap laras

"Hmmm kalo gitu, terserah tuan rumah saja." Jawab ku dengan gugup.



Akupun bertanya pada mahesa, ia mau minum apa tetapi mahesa bingung. Kita berbicara sangat pelan layaknya orang yang sedang bisik-bisik. Laras sampai tertawa Melihat kelakuan ku dan mahesa. Aku dan mahesa benar-benar gugup berada dihadapan laras, sampai-sampai mahesa beralasan izin ke toilet kepada bang bram. Lalu bang bram mengantarkannya ke toilet, saat mereka ke toilet aku duduk menunggu di depan teras rumah laras, tidak lama kemudian laras datang membawakan air putih dan menaruhnya diatas meja yang berada di depanku. Aku pun langsung meminum air putih tersebut. Setelah itu agar tidak terlalu canggung, aku mencoba menanyakan sesuatu pada laras.



"Itu fotonya dimana?" tanya ku pada laras, sambil menunjuk sebuah bingkai foto yang berada di atas sebuah lemari.

"Ohh, itu di candi sewu," jawab laras.

"Sama teman-teman kuliah ya?" tanyaku sambil tersenyum.

"Haa, kuliah? Muka saya sudah tua yaa haha, saya baru lulus SMA," jawab laras sambil tersenyum

"Ohh, bukan tua tapiiii.... dewasa haha," jawab ku sambil tersenyum malu



Mahesa datang dan langsung duduk bergabung dengan ku dan laras, laras juga langsung menawarkan air pada mahesa. Sama seperti ku mahesa juga ikut bertanya sesuatu pada laras.



"Laras kuliah dimana?" tanya mahesa.

Mendengar pertanyaan itu laras hanya tertawa saja. Lalu dengan nada suara yang pelan aku langsung menjelaskan pada mahesa "sssttt,  belum kuliah, tapi baru lulus SMA," ucapku. Megetahui hal itu mahesa langsung minta maaf pada laras karena ia tidak tahu ternyata laras baru lulus SMA tetapi wajah laras sudah dewasa layaknya anak kuliah. Kami bertiga pun jadi tertawa bersama.



Waktu pesiar sudah habis, aku, bang bram dan mahesa pun segera kembali ke markas ksatria angkatan darat. Sesampainya disana aku langsung istirahat dan bersiap-siap untuk tidur. Saat aku sudah ingin tertidur pulas terdengar suara samar-samar dari telingaku.



"Gus, gus." Suara mahesa yang sedang memanggilku.

"Hmm," jawabku singkat.

"Laras cantik, oke banget ya," ucap mahesa.

"Terus kenapa?" tanya ku sambil menghela napas.

"Ya iya gus, gw dari dulu itu gapernah percaya sama yang namanya cinta pandangan pertama, tapi sekarang gw udah mulai percaya," ucap mahesa.

"Cie-cieee….," ucap ku sambil meledek mahesa.

"Ehhhh, serius dul," ucap mahesa.



Mendengar perkataan mahesa aku pun meledeknya, karena biasanya mahesa melihat cewe-cewe yang keren dan kaya giliran melihat cewe yang sederhana jadi terasa luar biasa. Tetapi mahesa tetap tidak mendengarkan kata-kata ku dia tetap menganggap bahwa laras adalah cewe yang luar biasa. Mendengar semua curhatan mahesa aku pun menyuruhnya untuk berpacaran dengan laras, dan mahesa mengiyakan perkataan ku itu. Setelah itu aku kembali tidur lagi, tetapi seperti ada perasaan yang janggal dan membuat ku kepikiran soal perkataan mahesa tadi.



Di pagi hari yang cerah, aku dan taruna lainya bergegas untuk measuki kelas saat sedang ada sesi tanya jawab, aku lansung bertanya pada  sersan taruna yang sedang mengajar di kelas ku dia telah menjelaskan tentang susunan besar kelompok regu. Pertanyaan ku adalah, "siapa saja yang termasuk dalam kelompok pemegang senjata bantuan?" Lalu sersan taruna yang sedang mengajar di kelas ku langsung mengembalikan pertanyaan ku pada taruna lainya.



"Dari pertanyaan sersan taruna bagus apakah ada yang bisa menjawab?"

Ia pun menghampiri mahesa yang sedari tadi tengah asik menggambar wajah laras dibukunya dan benar saja saat buku mahesa diperiksa oleh sersan taruna, buku tersebut bukan berisi catatan pelajaran, tetapi malah berisi gambar wajah laras. Akhirnya sersan taruna menyuruh mahesa berdiri sambil mengangkat bangku sebagai hukuman kepada mahesa karena sudah melanggar aturan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.



Seiring berjalannya waktu, aku dan mahesa sudah terbiasa dengan kehidupan yang keras di asrama kesatria, yang sudah memberikan ku banyak sekali pelajaran kini hari-hari yang kulewati sudah terasa lebih menyenangkan. Mahesa yang akhir-akhir ini seringkali ku lihat sedang melamunkan laras, ia suka senyum-senyum sendiri kalau sedang melamunkan laras. Aku dan mahesa pun juga jadi sering pergi pesiar bersama dan menghabiskan waktu pesiar bersama laras. Kita berjalan-jalan bersama ke tempat-tempat yang belum pernah aku dan mahesa kunjungi, seperti menikmati indahnya sunset diatas bukit.



Pada suatu hari, di hari pesiar aku memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana dan cukup istirahat saja di asrama. Tetapi tiba-tiba mahesa memanggil ku 

"Gus, kok belum mandi?" tanya mahesa sambil bercermin merapihkan seragamnya.

"Emang mau kemana?" tanya ku.

"Kerumah pakle darto," jawab mahesa sambil tersenyum.

"Yang mau kesana kan situ, gw mah mendukung secara moril saja," jawab ku.

"Yaa gak seru kali kalo sendirian," jawab mahesa.

"Gaseru apa Gaberani?" tanyaku sambil menoleh ke arah mahesa.

"Ya daripada di barak sendirian, mending lu temenin gw. Lagian ini itu hari pesiar jadi kita harus pesiar" jawab mahesa dengan tegas.

"Iyaa galak amat," ucapku.

"Serius nih gw ikut?" tanyaku sekali lagi untuk meyakinkan mahesa.

"Iya…." Jawab mahesa dengan tegas dan raut wajah yang mulai sedikit kesal.

"Ntar nyesel loh klo gw ikut," ucapku sambil menoleh kearah mahesa.

"Udah buruan….." Ucap mahesa yang sudah mulai kesal padaku.



Aku pun berjalan meninggalkan mahesa dan bersiap-siap untuk mandi lalu pergi pesiar bersama mahesa kerumah pakle darto. Sebenarnya aku tidak ingin ikut tetapi mahesa memaksa ku untuk ikut kerumah pakle darto, sekedar untuk menemaninya. Hari pun mulai malam. Aku berjalan-jalan dengan laras dan mahesa sambil menikmati indahnya langit malam itu. Kita berjalan menuju sebuah rumah makan yang sangat romantis, lampu-lampu yang menggantung diatas rumah makan tersebut menambah suasana semakin hangat. Sesampainya disana kita langsung duduk dan memesan makanan, tidak lama kemudian mahesa berkata,



"Gus, lu itu sahabat terbaik gw, mungkin kalo gw ga kenal lu dari dulu gw udah keluar dari akmil," ucap mahesa dengan serius.

"Lu ngomong apasih dul?" tanyaku sambil kebingungan

"Sebagai sahabat terbaik, gw mau lu jadi saksi atas apa yang pengen gw sampein ke laras," ucap bagus kepadaku.

"laras waktu kita jumpa memang sedikit, tapi kata-kata yang pengen aku sampein ke kamu tuh banyak banget. Makanya aku udah mutusin untuk mewakilkan semua ungkapan hati aku, pada ini." ucap bagus kepada laras sambil menunjukan sebuah kotak cincin yang sudah dibuka untuk laras.



Cincin tersebut merupakan cincin peninggalan dari almarhumah ibu mahesa. Mahesa memberikan cincin itu pada laras sebagai tanda bahwa dia sudah mencintai laras. Mendengar semua perkataan itu laras pun bingung harus bagaimana, ia tidak mengerti apa yang sudah mahesa lakukan, ia berpikir bahwa mahesa sedang bercanda padahal mahesa benar-benar serius mengungkapkan isi hatinya. Aku sangat kaget ketika mendengar semua perkataan mahesa itu, aku tidak percaya jika mahesa akan mengungkapkan isi hatinya pada laras di hadapanku. Setelah itu aku langsung memutuskan untuk pergi meninggalkan mahesa dan laras berdua, dengan alasan ingin mencarikan sesuatu untuk ibuku. Aku pun berjalan keluar meninggalkan rumah makan tersebut. Aku mencoba tegar dan berusaha menutupi semua rasa cemburu ku pada mahesa. Laras yang belum siap untuk menerima cincin dari mahesa karena ia merasa ini terlalu cepat untuk dia.  Tetapi mahesa tetap berusaha meyakinkan laras bahwa pemberiannya ini bukan sebagai lambang ikatan apapun tetapi hanya sebagai ungkapan dari isi hati mahesa untuk laras. Laras tetap menolak pemberian cincin dari mahesa karena ini akan menjadi beban untuknya. Laras ingin mahesa sebaiknya fokus pada pendidikan karena makin kesini akan makin terasa sulit. laras tidak ingin mahesa menjadi lulusan yang paspasan karena itu akan menghambat karirnya nanti. Mahesa hanya bisa mengiyakan semua jawaban dari laras itu dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi.



Berkat perkataan dari laras, mahesa kini menjadi seorang taruna yang sangat rajin. Ia belajar setiap hari dengan tekun, bahkan terkadang sampai larut malam. Berlatih militer setiap hari, dan aktif bertanya ketika jam-jam perkluliahan berlangsung. Aku dan mahesa melewati ini semua dengan sepenuh hati, jiwa kami sudah menyatu pada jiwa militer. Layaknya telah menjadi prajurit taruna yang sesungguhnya. Latihan fisik seperti lari, latihan melewat berbagai rintangan, berenang dan latihan menembak itu semua sudah aku dan mahesa lakukan dengan sungguh-sungguh. kami berdua ingin menjadi lulusan terbaik dalam pendidikan akademi militer ini. Aku tidak ingin semua perjuangan yang sudah ku lakulan selama ini sia-sia.



Hari pesiar pun tiba, dimana aku, mahesa dan laras pergi jalan-jalan bersama lagi. Kali ini kami bertiga mengunjungi sebuah candi.



"Heh, pelan-pelan aja jalannya, buru-buru banget, candinya ga kemana-mana kok," ujar ku sambil berjalan menyusul mahesa yang sudah jalan duluan.



Dia sangat terburu-buru dan terlalu antusias untuk sampai ke candinya, laras hanya tertawa saja mendengar perkataan ku itu. Kami pun menaiki anak tangga yang ada di candi tersebut dan tidak sengaja, ketika sedang menaiki anak tangga tersebut, laras jatuh kepleset. Aku pun langsung memegang laras dan memastikan bahwa laras baik-baik saja. sampai suara langkah kaki terdengar dari atas anak tangga, itu adalah suara langkah kaki mahesa, diapun turun kembali untuk menghampiri laras dan menyodorkan tangannya pada laras. Laras pun memegang tanganya dengan erat.



"Gimana sih gus  jagian cewe aja gabisa, gimana mau jagain Negara," ujar mahesa sambil kembali menaiki anak tangga bersama laras.



Pesiar kali ini cukup menyenangkan bagiku karena lagi-lagi kita bertiga dapat libur pesiar bersama dan menikmati indahnya alam. Yang sudah lama tidak dapat aku rasakan selama berada di markas ksatria ini.



Suara terompet berbunyi sangat keras, yang menandakan bahwa sudah saatnya semua taruna/taruni untuk makan malam bersama. Kini karena aku sudah menjadi seorang taruna senior, aku diberikan kesempatan sebagai pemimpin pada makan malam kali ini.



Tidak terasa hari cepat berlalu kini aku dan mahesa sudah di penghujung pendidikan akademi militer, kami berdua sebentar lagi akan keluar dari markas kesatria ini dan mejadi tentara sesungguhnya. Hari yang ku tunggu-tunggu pun tiba dimana hari ini adalah hari upacara pelepasan ku, aku yang sudah mengakhiri masa pendidikan selama 4 tahun disini. Tidak kusangka Aku dan mahesa bisa menjadi lulusan terbaik di akademi militer pada angakatan kami. Pengalaman berharga yang tidak dapat aku lupakan dan akan selalu aku kenang, susah senang bersama, solidaritas yang sangat kuat, kebersamaan yang sangat erat membuat aku sangat berat untuk meninggalkan markas kesatria ini, banyak sekali moment-moment yang tidak dapat aku lupakan selama aku berada disini.



Setelah selesai pendidikan selama 4 tahun, mahesa pun kembali menemui laras untuk memberikan cincin yang ia pernah berikan dulu. Tetapi sebelum itu laras menjelaskan sesuatu pada mahesa agar tidak terjadi salah paham antara mereka. Bahwa laras tidak pernah menyuruh mahesa untuk menunggunya selama tiga tahun, ia hanya menyuruh mahesa untuk konsentrasi dalam menyelesaikan pendidikanya. Tetapi mahesa datang kembali kerumah laras setelah masa pendidikannya selesai, ia hanya ingin meminta kepastian pada laras, apakah laras sudah bersedia untuk menikah dengan mahesa. Laras pun bingung harus menjawab apa, dia hanya memberi alasan kalau dia ingin kuliah terlebih dahulu. Laras juga meminta mahesa untuk memberikan waktu satu hari lagi untuk memikirkan hal ini.



Setelah selesai pendidikan, aku sendiri langsung pulang menuju kampung halaman ku di jogja, aku sudah sangat merindukan ibu dan adik ku. Sesampainya dirumah aku melihat ibu sedang merapikan pakaian laundry dan aku masuk diam-diam lalu berpura-pura menyerahkan pakaian laundry pada ibuku, dia pun langsung sadar bahwa itu aku, aku yang sudah kembali ke pelukan mereka.



"Assalamualaikum..." ucapku dari luar rumah dan diam-diam langsung masuk mendekati ibuku.

"Waalaikumsalam..." jawab ibuku yang belum meyadari kedatanganku.



Ketika ibuku menoleh ke belakang, akupun sudah berada tepat di belakangnya, ia langsung menangis dan memeluk ku sangat erat. Tidak lama adik ku pun datang dan langsung memeluku juga. Aku sangat merasa bahagia karena sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan mereka.



Di pagi hari yang cerah kini aku tidak lagi sarapan di markas ksatria tetapi kini aku sudah sarapan bersama keluargaku kembali, walupun hanya dengan telor ceplok buatan ibu, itu sudah lebih dari cukup untuk ku.



"Kak kak kak, ini siapa ka?" tanya adik ku sambil menunjukan sebuah foto seseorang yang ada di hp ku, ternyata foto itu adalah foto laras, akupun langsung mengambil hp itu dari tangan adikku dan mencoba mengalihkan pembicaraan. Ketika aku mencoba untuk menelpon seseorang ternyata kartu hp ku sudah hangus dan aku baru manyadarinya. Tidak lama setelah itu ibuku tiba-tiba berkata



"Tapi cantik kok gus, kamu suka sama dia?" Tanya ibuku setelah melihat foto laras tadi

"Tadinya, tapi keduluan sama temen," jawabku

"Tapi dia sudah menikah sama temen kamu itu?" Tanya ibuku.

"Belum..."

"Apa Dia lebih suka sama temen kamu itu?" Tanya ibuku.

"Gatau deh," jawabku sambil tersenyum.



Lalu ibuku juga berkata jika aku benar-benar suka dengan perempuan itu seharusnya aku ajak ia bertemu dan mengungkapkan semua isi hatiku padanya bukan hanya pasrah dengan keadaan, bahkan kalau bisa, rebut kembali perempuan itu dari temanku sendiri.



Selama ini memang aku hanya bisa memendam semua isi hatiku pada perempuan itu, yaitu laras. Sangat sulit untuk mengatakan kalau aku suka padanya. Terlebih ketika aku sudah mengatahui mahesa juga menyukai laras dan dia berani mengungkapkannya duluan. Aku hanya bisa diam saat itu. Sekarang sudah saatnya aku berani mengungkapkan seluruh isi hatiku pada laras, aku tidak boleh memendam perasaan ini terlalu lama lagi. Akupun mencoba menghubungi laras kembali.



Aku mengirim kan pesan melalu sms kepada laras.



"Laras,

ini aku bagus, Ini nomer baruku

Aku ingin bicara."

Tetapi sayangnya laras hanya membaca pesan ku tanpa dibalas olehnya. Ternyata sebelum aku mengirim pesan pada laras, ia baru saja menerima lamaran dari mahesa dan hal itu memubuat perasaan laras sangat kacau, karena sebenarnya laras itu tidak suka pada mahesa melainkan ia suka kepada.  Tetapi aku sudah terlambat mengungkapkan semua ini.





-3 tahun kemudian-





Mahesa diberikan tugas satuan halilintar, yaitu mahesa beserta timnya akan dikirim ke flores untuk melakukan operasi pembebasan sandera. Mengetahui hal tersebut mahesa pun mengabari laras bahwa dia akan pergi untuk bertugas dan ia ingin memastikan sekali lagi kapan dia dan dan laras akan menikah, karena mahesa sudah merasa bahwa dari awal laras sudah ragu pada tawaran lamaranya. Semakin lama laras semakin ragu dengan lamaran mahesa karena laras sudah terlalu lama mengulur waktu.



Hari pengiriman untuk penugasan operasi pembebasan sandera pun tiba, mahesa beserta timnya dikirim melalu udara, mereka mengirimkan mahesa beserta tim nya melalui udaran dan menjatuhkannya disekitar hutan tempat penyaderaan. Ketika menyusuri hutan tersebut mahesa melihat ada dua orang yang sedang membawa kayu didalam hutan dan orang tersebut adalah aku, awalnya mahesa tidak menyadari bahwa orang itu adalah aku karena aku telah menyamar menjadi orang biasa yang sedang mencari kayu di hutan, akupun tidak menyangka bahwa akan ditugaskan bersama dengan mahesa. Setelah itu kami pun segera melakukan operasi pembebasan sandera, suasana yang sangat mencekam di dalam hutan, karena kita sedang berperang melawan para penyandra tersebut. Tetapi mahesa terkena tembakan dua kali ditangannya dan mahesa langsung jatuh terbaring, aku yang melihat mahesa sudah terbaring lemas langsung mebangunkan mahesa dan mencoba menyadarkan mahesa kembali. Tapi sayangnya nyawa mahesa sudah tidak dapat terselamatkan lagi. Mahesa tidak gagal dalam bertugas dia adalah tentara yang berani dan bertanggung jawab dia sudah berhasil pada penugasan ini dia rela mempertaruhkan nyawanya demi membebaskan para sandera.



Setelah semua mengetahui bahwa mahesa sudah tiada, Kami semua pun dijemput menggunakan helikopter dan membawa mahesa kembali pulang. Aku hanya bisa diam dan merenung melihat mahesa yang sudah tidak bernyawa. Aku teringat pada semua kenangan ku bersama mahesa selama pendidikan, dimana dulu dialah orang yang paling malas dan banyak sekali melakukan kesalahan, tetapi seiring berjalannya waktu dia dapat berubah dan menjadi orang yang lebih baik lagi, aku teringat pada moment-moment dimana kita suka pergi dan menghabiskan waktu pesiar bersama. Mengingat kenangan itu aku semakin merasa sangat kehilangan mahesa. Perasaan ku kacau perasaan yang masih tidak percaya akan hal ini. Aku tidak hanya ingin diam,  Akupun loncat dari helikopter dan kembali ke markas penyanderaan untuk membebaskan para sandera tersebut. Karena tugas ini harus berhasil. Aku tidak ingin membiarkan perjuangan yang telah mahesa lakukan sia-sia. Saat kembali memasuki wilayah penyanderaan tersebut, akupun ikut tertembak oleh salah satu anak buah dari pimpinan penyaderaan tersebut, lalu aku jatuh pingsan. Setelah aku sadarkan diri, aku kembali mencoba untuk berjalan dan mencari pertolongan tetapi aku sudah tidak kuat berjalan lagi, sampai akhirnya aku jatuh terbaring kembali. Tidak lama dari kejadian itu ada beberapa tentara yang sedang melintasi kawasan ini dia menemukan ku sudah berbaring tidak berdaya dibawah rintikan air hujan. Mereka pun membawa ku kembali pulang.



Setelah pulang aku menyempatkan untuk pergi ke makam mahesa, aku tidak kuat untuk menahan tangis. Aku masih tidak percaya bahwa mahesa sudah meninggalkan ku untuk selamanya. Aku juga memberikan penghormatan terakhir ku pada mahesa. Selamat tinggal mahesa.



Setelah semua kejadian itu usai, aku memutuskan untuk bertemu kembali dengan laras di jogja.



"Kenapa kamu tidak pernah berkabar gus? Kamu marah ya," tanya laras.

"Tidak sepantasnya aku marah," jawabku.

"Kenapa?" tanya laras.

"Karena menurutku kamu berhak melakukannya, kamu hanya berusaha untuk ngasih petunjuk ke aku kalau kamu sudah ada ikatan dengan orang lain," jawabku.

"Orang lain, almahrum (mahesa) maksud kamu?" Tanya laras sambil memasang wajah bingung.

"Kamu salah gus, aku datang ke pemakaman almahrum (mahesa) semata-mata hanya sebagai teman, tidak lebih dan tidak kurang,” ucap laras.



Laras tidak bisa mebalas cinta mahesa karena laras sudah terlanjur mencintai orang lain tapi sayangnya laras tidak tahu bagaimana perasaan orang itu padanya. Entah ia di anggap sebagai teman atau sebagai adik. Mendengar laras berkata seperti itu aku pun langsung ingin mengungkapkan sesuatu yang selama ini sudah kupendam pada laras.



"Laras," ucapku dengan tegas.

"Kalau benar orang itu hanya menganggap mu adik atau teman biasa saja, orang itu pasti bukan aku," ujar ku. Laras yang mendengar perkataan itu langsung menoleh ke arah ku seakan tidak mengerti apa yang sedang aku bicarakan. Lalu aku pun menggenggam tangan laras dan meyakinkanya bahwa aku lah orang yang sudah mencintainya dan aku juga lah orang yang telah dicintai oleh laras. Akhirnya Kita pun memutuskan untuk menikah, tinggal bersama dan hidup bahagia.





-END -




















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalur Pedestrian Sekitar Kebun Raya Bogor Yang Menjadi Favorit Para Pelari.

Sejarah Singkat Jembatan Merah Bogor