Cerpen film "Doea Tanda Cinta"
DOEA
TANDA CINTA
Namaku bagus, aku adalah Seorang pemuda di
suatu kampung yang berada di Yogyakarta. Aku juga merupakan seorang pemuda yang brandal dan suka
berkelahi dengan preman-preman disekitar tempat tinggal ku. Tetapi dibalik itu
semua, semata-mata aku lakukan untuk kebaikan. Aku juga merupakan seseorang
yang taat beribadah setidaknya walaupun aku suka berkelahi tapi tetap ibadah
nomor satu untuk ku. Aku dan keluarga ku memiliki usaha laundry dirumah. Tidak
jarang pula aku suka menjaga toko laundry tersebut. Pada suatu hari aku sampai meninggalkan toko
laundry hanya untuk berkelahi dengan anak buah bendet, yaitu anak buah dari
salah satu orang yang disegani di kampung ku, aku terpaksa berkelahi,
karena anak buah bendet sudah berani
memalak orang-orang disekitar tempat tinggal ku, apalagi saat itu anak buah
bendet sedang mengenakan baju tentara, yang membuat aku sangat geram dengan
tingkahnya, ia mengenakan baju tentara tetapi sambil memalak orang-orang
sekitar. Tidak lama dari kejadian itu
Ibuku mengetahui kalau aku habis berkelahi dengan anak buah bendet,
ibuku mengetahui kejadian tersebut dari adik ku, ia mengadu pada ibu kalau aku
habis berkelahi lagi dan hal tersebut sangat membuat ibu marah, karena ibu tau
siapa itu anak buah bendet, dan ibuku tidak ingin berurusan dengan bendet,
karena kalau sudah berurusan dengannya, bukan hanya cari masalah lagi tetapi
cari mati. “kalau kamu tidak suka dengan orang yang memakai baju tentara yang hanya
untuk bergaya saja, kenapa tidak kamu saja yang menjadi tentara sungguhan.”
Ujar ibu sambil meninggalkanku pergi. Mendengar perkataan ibu tadi aku langsung
berkaca pada cermin yang ada dikamar, sambil berdiri tegap layaknya seorang
tentara dan berpikir apa aku pantas menjadi seorang tentara sungguhan. Akhirnya
akupun mencoba mendaftarkan diri untuk menjadi taruna di akademi militer.
Suara motor terdengar dari lorong besment
sebuah club malam , ternyata motor itu adalah motor yang di kendarai oleh
mahesa, ia ingin bertemu dengan pacarnya yang ternyata saat itu pacarnya sedang
kencan bersama laki-laki lain. Melihat kejadian itu, mahesa langsung menghajar
laki-laki tersebut dan membawa pacarnya pergi meninggalkan club malam itu.
Mahesa adalah seorang pemuda yang merupakan anak dari seorang tentara dan
memiliki kehidupan yang mewah. Tetapi Ia sangat malas dan hanya bisa menghabiskan
harta orang tuanya saja dengan foya-foya. Ayahnya pun telah mengetahui kejadian
dimana mahesa telah memukul seorang laki-laki di sebuah club malam, mendengar
hal itu ayahnya sangat marah dan merasa gagal mendidik mahesa. Akhirnya Ayahnya
pun mendaftarkan mahesa pada akademi militer di magelang, agar mahesa dapat
menjadi seseorang yang lebih disiplin, mandiri dan bertanggung jawab. Karena
menurut ayahnya, sudah saatnya mahesa berpikir untuk masa depanya, bukan hanya
menjadi seorang pemuda yang malas dan tidak mempunyai tujuan hidup..
Di sore hari yang sejuk, Suara hentakan kaki
berlari dan kerasnya suara nyanyian para taruna, sangat terdengar di halaman
dalam wilayah akademi militer, di magelang. Aku dan mahesa yang merupakan
taruna baru, yang sudah berhasil bergabung dalam satuan pendidikan akademi
militer. Tidak hanya itu kami berdua juga tidur satu barak (kamar asrama taruna/tentara).
Di dalam barak tersebut juga terdapat beberapa taruna-taruna lain yang berasal
dari berbagi daerah. Aku pun menghampiri beberapa teman di dalam barak dan
mencoba memperkanalkan diriku pada mereka.
”Siap, Saya Bagus “ ucap ku untuk
memperkenalkan diri pada teman baruku.
“Siap,
Saya Hans “ jawab hans sambil
menjabat tangan ku.
hari-hari
berlalu, kehidupan ku sebagai prajurit taruna di akademi militer semakin
terasa, aku dididik sangat keras dan disiplin, latihan setiap hari, dibawah
terik matahari, akhirnya sudah membuat ku terbiasa akan kerasnya kehidupan sebagai
prajurit taruna akademi militer.
“Allahuakbar-allahuakbar “ suara azan
terdengar dari dalam masjid.
Aku dan Para taruna lainya pun bergegas untuk
salat berjamaah.
Setelah itu aku langsung bergegas kembali
baris dilapangan untuk melaksanakan apel pagi
tetapi saat berada dibarisan ternyata ada satu orang yang tidak hadir dalam
barisan pleton (kelompok) ku, Ternyata orang tersebut adalah mahesa. Lalu
komandan yang sedang memimpin barisan pleton ku, yang juga seorang senior
menyuruh ku dan semua taruna untuk mencari mahesa sampai ketemu, kalau barisan
pleton ku belum lengkap aku dan taruna lainya tidak akan apel. Kebetulan aku
adalah seorang ketua kelas di pleton ini. Sebagai ketua kelas aku segera
bergegas membubarkan barisan dan segera mencari mahesa sampai ketemu. Semua
taruna yang ada di dalam pleton ku, juga ikut mencari mahesa. Kami semua
mencari disekitar asrama,. Sampai akhirnya aku dan teman-temanku menemukan
mahesa sedang tidur di ruang ganti baju para taruna. aku pun langsung
membangunkan mahesa yang sedang tertidur tetapi karena mahesa sangat susah
dibangunkan akhirnya aku dan teman-temanku terpaksa mengangkat mahesa untuk
cepat bergegas dan masuk ke lapangan. Karena kalau satu kena semuanya kena,
artinya kalau salah satu diantara kita terlambat dan kena masalah semua anggota
barisan juga akan kena hukuman. Karena aku dan yang lain mencari mahesa cukup
lama dan sudah membuat komandan senior marah, akhirnya kami semua dihukum untuk
push-up sebanyak 50 kali.
“Nanti siang akan ada pesiar, itu artinya
kesempatan untuk kalian keluar dari lingkungan kesatria ini” ujar komandan
senior. Tetapi komandan senior mengingatkan kami semua untuk tetap disiplin dan
menjaga etika sebagai seorang prajurit taruna akademi militer. Pada siang hari
aku dan semua taruna lainya bergegas untuk mandi dan rapih-rapih untuk pergi
pesiar.
“nyong, kamu tinggal deket sini?” tanya
mahesa kepada inyong yang merupakan teman satu barak aku dan mahesa.
“iyo, kenapa?” jawab inyong.
“dari rumah kamu ke bandara jauh apa dekat?”
tanya mahesa.
“memangnya siapa yang mau ke bandara?” tanya
inyong.
“aku, aku mau cabut,” jawab mahesa.
“cabut?” tanya inyong sambil memasang raut
wajah kebingungan.
“cabut tuh maksudnya pergi, minggat.” jawab
mahesa.
“astahgfirullahalazim….,” ucap inyong yang
seakan tidak percaya dengan perbuatan yang ingin dilakukan mahesa.
“sssttttt ssstttt, bantuin aku ya,” ucap
mahesa sambil mendekati inyong.
Hari semakin
siang aku dan taruna lainnya pun segera bergegas jalan dan baris untuk pergi
pesiar. Tetapi sebelum pergi pesiar kami semua dibariskan kembali dan diperiksa
semua kelengkapan yang wajib dibawa saat pesiar.
“kamu merasa ada barang mu yang hilang tidak,
mana buku sakumu?” tanya komandan senior kepada mahesa.
Mahesa langsung memeriksa saku bajunya dan
ternyata memang ia tidak membawa buku saku miliknya.
“MANA?” tanya komandan senior sambil memasang
muka marah dan membentak mahesa.
“Siap! tidak ada,” jawab mahesa dengan
lantang.
“kenapa tidak ada?” tanya komandan senior.
“Siap! tidak tahu,” jawab mahesa.
Mendengar jawaban mahesa komandan senior pun
pergi dan memeriksa kelengkapan taruna lainya.
“karena kelalaian ini, Pleton 2 tidak
diizinkan pesiar,” ucap komandan senior tegas.
“dan kau mahesa, jangan sekali-kali kau
meninggkalkan ini di loker, jelas!” ucap komandan senior tegas sambil memegang
buku saku milik mahesa.
“siap! Jelas” jawab mahesa dengan lantang.
Karena ulah dari mahesa, kami semua tidak
jadi pergi pesiar, kami pun kembali ke asrama. Malam hari pun tiba, aku dan
taruna lainya bersiap untuk tidur.
“DUAR DUAR DUAR……” suara tembakan terdengar
keras di dalam barak ku.
layaknya sedang perang, Suasana mencekam sangat
terasa, aku yang saat itu sudah tertidur pulas harus segera bangun dan
bersiap-siap memakai pakaian tentara lengkap dengan semua atributnya. Setelah
itu aku dan semua anggota pleton ku bergegas baris rapih dilapangan.
“lapor!, Pleton 2, jumlah 22, kurang 1, hadir
21, satu tanpa keterangan. Laporan selesai.” laporan ku kepada komandan senior.
“kalau saja ini di medan pertempuran, kalian
semua pasti sudah habis disikat lawan, JELAS!!!” ucap komandan senior dengan
tegas.
“Siap!, JELAS” jawab kami semua.
Komandan
senior pun menyuruh dangton untuk segera memeriksa sekitar lingkungan asrama,
sampai menemukan siapa yang tidak hadir tanpa keterangan pada malam hari itu.
Ternyata taruna yang tidak hadir itu adalah mahesa, lagi-lagi mahesa yang
membuat masalah. Mehesa ditemukan oleh dangton saat ia sedang memanjat tembok
pembatas asrama dan ingin mencoba kabur dari asrama. Mahesa pun langsung dibawa
oleh dangton keruangannya. setelah itu kami semua pun kembali ke barak dan
segera tidur. Setelah mahesa kembali ke barak. Aku mencoba menghampiri mahesa
yang sedang duduk diatas kasurnya dan terlihat raut wajah menyesal dari mahesa,
ia menyesai akan perbuatannya itu. Aku pun menghampirinya dan membawakan air
putih untuk mahesa agar dia sedikit merasa lebih tenang. Setelah itu kami
lanjut tidur kembali.
Di pagi hari
yang cerah, aku sudah harus berlari melewati bukit-bukit serta hutan yang ada
di sekitar tempat pendidikan ku itu. Dengan membawa tas serta memegang senjata
aku dan semua taruna lainya semangat untuk berlari, meskipun sangat terasa
melelahkan.
Didalam
sebuah perpustakaan, aku dan beberapa teman ku berkumpul sambil mebaca buku dan
berdiskusi bersama, salah satu teman ku mengatakan bahwa sebentar lagi kami
semua akan pisah. Pardede ke angkatan udara, mulyanto dan karubabas ke angkatan
laut, porsan dan bengat ke angkatan darat. Mendengar hal itu porsan merasa
sedih karena mereka sebentar lagi akan berpisah, tetapi walaupun begitu kita
tetap satu angkatan hanya saja terpisah oleh jarak dan waktu. Saat aku dan
taruna lainya sedang berdiskusi, tiba-tiba mahesa datang menghampiri
“kamu sudah boleh keluar dari rumah sakit?”
tanyaku pada mahesa.
“sudah.” Jawab mahesa sambil menganggukan
kepala.
Mahesa datang untuk berterima kasih pada
porsan dan hans yang telah menolongnya ketika ia terjatuh dari jurang saat lari
di hutan tadi pagi.
Waktu perpisahan
pun tiba, dimana semua anggota pleton ku sudah harus pergi ke angkatanya
masing-masing. Ada yang di udara, laut dan darat. Kebetulan aku dan mahesa di
tetapkan di angkatan darat. Di pagi hari yang cerah, kami semua yang sudah
terpilih masuk pada angkatan darat, bergegas baris dilapangan dan menunggu
kakak-kakak asuh yang akan memilih kami menjadi adik asuhnya serta akan
mengasuh kami selama berada di pendidikan angkatan darat ini. Aku sangat tegang
menantikan siapa yang akan menjadi kakak asuh ku nanti, semoga saja aku
mendapatkan kakak asuh yang baik dan tidak galak. Sampai akhirnya kaka-kakak
asuh mengahmpiri kami satu persatu dan memilih siapa yang akan menjadi adik
asuhnya. Aku di hampiri oleh seorang kakak asuh dan diapun bertanya kepadaku.
“kau tau arti helm tempur bagi seorang
prajurit?” tanya kasuh.
“Siap!, sebagai pelindung kepala,” jawab ku
dengan lantang.
“Pelindung kepala, memang kenapa kalau tidak
dilindungi?” tanya kasuh kembali.
“Siap!, bisa terkena tembakan,” jawabku.
“itu artinya, semua prajurit mempercayakan
sebagian nyawanya pada helm tempur, jadi jangan main-main kamu, apalagi kalau
bukan helm kamu sendiri, PAHAM!” ujar kasuh kepadaku.
“Siap!, PAHAM,” jawabku dengan lantang.
Lalu kasuh itu pun langsung mengangkat
tanganya kearah ku dan berjabat tangan kepada ku sambil berkata “kita saudara.”
Yang artinya dialah yang sudah memilih ku untuk menjadi adik asuhnya. Tidak
hanya aku saja yang diberi pertanyaan seperti itu, tetapi juga pada
taruna-taruna lainya. Mereka memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut memang
dengan sengaja, hanya untuk mengetes kesiapan para calon adik asuh yang akan
mereka asuh nantinya.
Hari pesiar
pun tiba, aku dan mahesa bingung ingin menghabiskan waktu pesiar untuk pergi
kemana, karena waktu pesiar tidak lama hanya beberapa jam saja. Akhirnya Aku
pun mengajak mahesa untuk pergi keluar hanya untuk sekedar jalan-jalan. Aku
ingin bertanya pada bang bram yang merupakan kakak asuhku dan menanyakan
tempat-tempat yang oke yang belum pernah aku dan mahesa kunjungi. Bang bram merupakan
sersan mayor satu taruna, yang sekaligus merupakan kakak asuhku. Aku dan mahesa
berjalan menuju ruanganya untuk memohon izin serta mengajak bang bram pergi
pesiar bersama. Bang bram pun mengabulkan permohonan kami ia mengajak aku dan
mahesa makan sate kambing bersama di tempat biasa bang bram makan.
“gimana, lebih enak mana? Makanan disini atau
di kesatria?” tanya bang bram kepada aku dan mahesa.
“Siap!, enakan makanan disini,” jawabku
sambil tersenyum malu
Ternyata
rumah makan sate kambing tersebut merupakan rumah makan dari pakle bang bram,
yaitu adik dari ayah bang bram.
“Hey!” suara yang terdengar sedang memanggil
bang bram. Ternyata suara tersebut adalah suara dari pakle bang bram yaitu
suara pakle darto. Aku, bang bram dan mahesa pun langsung menghampiri pakle
darto dan berkenalan denganya. Pakle darto pun menyuruh bang bram untuk mampir
kerumahnya bersama aku dan mahesa,
karena sudah lama sekali bang bram tidak mampir kerumah pakle darto
lagi. Kalau tidak disuruh mampir bang bram ga akan mampir-mampir kerumah pakle
darto. Aku, bang bram dan mahesa berjalan menuju rumah pakle darto. Sesampainya
dirumah pakle darto kami di persilakan duduk oleh bang bram dan bang bram pun
masuk kedalam rumah untuk bertemu dengan laras putri kedua dari pakle darto.
Terdengar suara bisik-bisik bang bram dan
laras dari dalam rumah.
“Mas bram, barang yang aku minta mana? Lupa
lagi ya,” tanya laras kepada bang bram.
“ohhhh, engga ada-ada, tuh di tas depan,
ambil sendiri sana,” jawab bang bram
Laras pun langsung berjalan kedepan teras
rumahnya dan segera mengambil barang yang ia minta pada bang bram. Namun ia
kaget ternyata ada tamu selain bang bram yaitu aku dan mahesa. Melihat kami
berdua, laras langsung kembali masuk ke dalam rumah menuju bang bram dan
bertanya siapa dua orang tamu itu. Bang bram pun mengajak laras kembali keluar
untuk berkenalan dengan aku dan mahesa.
“Hey, ini kenalkan laras anaknya lek darto,
putri nomer dua,” ujar bang bram.
“Siap!” jawabku dan mahesa. sambil
menyodorkan tangan pada laras secara bersamaan.
“Mahesa.” ucap mahesa sambil menjabat tangan
laras terlebih dahulu di banding aku.
“Bagus.” ucap ku sambil menjabat tangan
laras.
"Pada mau minum apa?" tanya laras
kepada aku dan mahesa.
"Gausah, terima kasih," jawab
mahasa dengan cepat.
"Barusan kita minum dirumah makan,"
jawab ku
"Hmmm tapi kan disini belum," ucap
laras
"Hmmm kalo gitu, terserah tuan rumah
saja." Jawab ku dengan gugup.
Akupun
bertanya pada mahesa, ia mau minum apa tetapi mahesa bingung. Kita berbicara
sangat pelan layaknya orang yang sedang bisik-bisik. Laras sampai tertawa
Melihat kelakuan ku dan mahesa. Aku dan mahesa benar-benar gugup berada
dihadapan laras, sampai-sampai mahesa beralasan izin ke toilet kepada bang
bram. Lalu bang bram mengantarkannya ke toilet, saat mereka ke toilet aku duduk
menunggu di depan teras rumah laras, tidak lama kemudian laras datang
membawakan air putih dan menaruhnya diatas meja yang berada di depanku. Aku pun
langsung meminum air putih tersebut. Setelah itu agar tidak terlalu canggung,
aku mencoba menanyakan sesuatu pada laras.
"Itu fotonya dimana?" tanya ku pada
laras, sambil menunjuk sebuah bingkai foto yang berada di atas sebuah lemari.
"Ohh, itu di candi sewu," jawab
laras.
"Sama teman-teman kuliah ya?" tanyaku
sambil tersenyum.
"Haa, kuliah? Muka saya sudah tua yaa
haha, saya baru lulus SMA," jawab laras sambil tersenyum
"Ohh, bukan tua tapiiii.... dewasa haha,"
jawab ku sambil tersenyum malu
Mahesa
datang dan langsung duduk bergabung dengan ku dan laras, laras juga langsung
menawarkan air pada mahesa. Sama seperti ku mahesa juga ikut bertanya sesuatu
pada laras.
"Laras kuliah dimana?" tanya mahesa.
Mendengar pertanyaan itu laras hanya tertawa
saja. Lalu dengan nada suara yang pelan aku langsung menjelaskan pada mahesa
"sssttt, belum kuliah, tapi baru
lulus SMA," ucapku. Megetahui hal itu mahesa langsung minta maaf pada
laras karena ia tidak tahu ternyata laras baru lulus SMA tetapi wajah laras
sudah dewasa layaknya anak kuliah. Kami bertiga pun jadi tertawa bersama.
Waktu pesiar
sudah habis, aku, bang bram dan mahesa pun segera kembali ke markas ksatria
angkatan darat. Sesampainya disana aku langsung istirahat dan bersiap-siap
untuk tidur. Saat aku sudah ingin tertidur pulas terdengar suara samar-samar
dari telingaku.
"Gus, gus." Suara mahesa yang
sedang memanggilku.
"Hmm," jawabku singkat.
"Laras cantik, oke banget ya," ucap
mahesa.
"Terus kenapa?" tanya ku sambil
menghela napas.
"Ya iya gus, gw dari dulu itu gapernah
percaya sama yang namanya cinta pandangan pertama, tapi sekarang gw udah mulai
percaya," ucap mahesa.
"Cie-cieee….," ucap ku sambil
meledek mahesa.
"Ehhhh, serius dul," ucap mahesa.
Mendengar
perkataan mahesa aku pun meledeknya, karena biasanya mahesa melihat cewe-cewe
yang keren dan kaya giliran melihat cewe yang sederhana jadi terasa luar biasa.
Tetapi mahesa tetap tidak mendengarkan kata-kata ku dia tetap menganggap bahwa
laras adalah cewe yang luar biasa. Mendengar semua curhatan mahesa aku pun
menyuruhnya untuk berpacaran dengan laras, dan mahesa mengiyakan perkataan ku
itu. Setelah itu aku kembali tidur lagi, tetapi seperti ada perasaan yang
janggal dan membuat ku kepikiran soal perkataan mahesa tadi.
Di pagi hari
yang cerah, aku dan taruna lainya bergegas untuk measuki kelas saat sedang ada
sesi tanya jawab, aku lansung bertanya pada
sersan taruna yang sedang mengajar di kelas ku dia telah menjelaskan
tentang susunan besar kelompok regu. Pertanyaan ku adalah, "siapa saja
yang termasuk dalam kelompok pemegang senjata bantuan?" Lalu sersan taruna
yang sedang mengajar di kelas ku langsung mengembalikan pertanyaan ku pada taruna
lainya.
"Dari pertanyaan sersan taruna bagus
apakah ada yang bisa menjawab?"
Ia pun menghampiri mahesa yang sedari tadi
tengah asik menggambar wajah laras dibukunya dan benar saja saat buku mahesa
diperiksa oleh sersan taruna, buku tersebut bukan berisi catatan pelajaran,
tetapi malah berisi gambar wajah laras. Akhirnya sersan taruna menyuruh mahesa
berdiri sambil mengangkat bangku sebagai hukuman kepada mahesa karena sudah
melanggar aturan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Seiring berjalannya
waktu, aku dan mahesa sudah terbiasa dengan kehidupan yang keras di asrama
kesatria, yang sudah memberikan ku banyak sekali pelajaran kini hari-hari yang
kulewati sudah terasa lebih menyenangkan. Mahesa yang akhir-akhir ini
seringkali ku lihat sedang melamunkan laras, ia suka senyum-senyum sendiri
kalau sedang melamunkan laras. Aku dan mahesa pun juga jadi sering pergi pesiar
bersama dan menghabiskan waktu pesiar bersama laras. Kita berjalan-jalan
bersama ke tempat-tempat yang belum pernah aku dan mahesa kunjungi, seperti
menikmati indahnya sunset diatas bukit.
Pada suatu
hari, di hari pesiar aku memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana dan cukup
istirahat saja di asrama. Tetapi tiba-tiba mahesa memanggil ku
"Gus, kok belum mandi?" tanya
mahesa sambil bercermin merapihkan seragamnya.
"Emang mau kemana?" tanya ku.
"Kerumah pakle darto," jawab mahesa
sambil tersenyum.
"Yang mau kesana kan situ, gw mah
mendukung secara moril saja," jawab ku.
"Yaa gak seru kali kalo sendirian,"
jawab mahesa.
"Gaseru apa Gaberani?" tanyaku
sambil menoleh ke arah mahesa.
"Ya daripada di barak sendirian, mending
lu temenin gw. Lagian ini itu hari pesiar jadi kita harus pesiar" jawab
mahesa dengan tegas.
"Iyaa galak amat," ucapku.
"Serius nih gw ikut?" tanyaku
sekali lagi untuk meyakinkan mahesa.
"Iya…." Jawab mahesa dengan tegas
dan raut wajah yang mulai sedikit kesal.
"Ntar nyesel loh klo gw ikut," ucapku
sambil menoleh kearah mahesa.
"Udah buruan….." Ucap mahesa yang
sudah mulai kesal padaku.
Aku pun
berjalan meninggalkan mahesa dan bersiap-siap untuk mandi lalu pergi pesiar
bersama mahesa kerumah pakle darto. Sebenarnya aku tidak ingin ikut tetapi
mahesa memaksa ku untuk ikut kerumah pakle darto, sekedar untuk menemaninya.
Hari pun mulai malam. Aku berjalan-jalan dengan laras dan mahesa sambil
menikmati indahnya langit malam itu. Kita berjalan menuju sebuah rumah makan
yang sangat romantis, lampu-lampu yang menggantung diatas rumah makan tersebut
menambah suasana semakin hangat. Sesampainya disana kita langsung duduk dan memesan
makanan, tidak lama kemudian mahesa berkata,
"Gus, lu itu sahabat terbaik gw, mungkin
kalo gw ga kenal lu dari dulu gw udah keluar dari akmil," ucap mahesa
dengan serius.
"Lu ngomong apasih dul?" tanyaku
sambil kebingungan
"Sebagai sahabat terbaik, gw mau lu jadi
saksi atas apa yang pengen gw sampein ke laras," ucap bagus kepadaku.
"laras waktu kita jumpa memang sedikit,
tapi kata-kata yang pengen aku sampein ke kamu tuh banyak banget. Makanya aku
udah mutusin untuk mewakilkan semua ungkapan hati aku, pada ini." ucap
bagus kepada laras sambil menunjukan sebuah kotak cincin yang sudah dibuka
untuk laras.
Cincin tersebut merupakan cincin peninggalan
dari almarhumah ibu mahesa. Mahesa memberikan cincin itu pada laras sebagai
tanda bahwa dia sudah mencintai laras. Mendengar semua perkataan itu laras pun
bingung harus bagaimana, ia tidak mengerti apa yang sudah mahesa lakukan, ia
berpikir bahwa mahesa sedang bercanda padahal mahesa benar-benar serius
mengungkapkan isi hatinya. Aku sangat kaget ketika mendengar semua perkataan
mahesa itu, aku tidak percaya jika mahesa akan mengungkapkan isi hatinya pada
laras di hadapanku. Setelah itu aku langsung memutuskan untuk pergi
meninggalkan mahesa dan laras berdua, dengan alasan ingin mencarikan sesuatu
untuk ibuku. Aku pun berjalan keluar meninggalkan rumah makan tersebut. Aku
mencoba tegar dan berusaha menutupi semua rasa cemburu ku pada mahesa. Laras
yang belum siap untuk menerima cincin dari mahesa karena ia merasa ini terlalu
cepat untuk dia. Tetapi mahesa tetap
berusaha meyakinkan laras bahwa pemberiannya ini bukan sebagai lambang ikatan
apapun tetapi hanya sebagai ungkapan dari isi hati mahesa untuk laras. Laras
tetap menolak pemberian cincin dari mahesa karena ini akan menjadi beban
untuknya. Laras ingin mahesa sebaiknya fokus pada pendidikan karena makin
kesini akan makin terasa sulit. laras tidak ingin mahesa menjadi lulusan yang
paspasan karena itu akan menghambat karirnya nanti. Mahesa hanya bisa
mengiyakan semua jawaban dari laras itu dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Berkat
perkataan dari laras, mahesa kini menjadi seorang taruna yang sangat rajin. Ia
belajar setiap hari dengan tekun, bahkan terkadang sampai larut malam. Berlatih
militer setiap hari, dan aktif bertanya ketika jam-jam perkluliahan
berlangsung. Aku dan mahesa melewati ini semua dengan sepenuh hati, jiwa kami
sudah menyatu pada jiwa militer. Layaknya telah menjadi prajurit taruna yang
sesungguhnya. Latihan fisik seperti lari, latihan melewat berbagai rintangan,
berenang dan latihan menembak itu semua sudah aku dan mahesa lakukan dengan
sungguh-sungguh. kami berdua ingin menjadi lulusan terbaik dalam pendidikan
akademi militer ini. Aku tidak ingin semua perjuangan yang sudah ku lakulan
selama ini sia-sia.
Hari pesiar
pun tiba, dimana aku, mahesa dan laras pergi jalan-jalan bersama lagi. Kali ini
kami bertiga mengunjungi sebuah candi.
"Heh, pelan-pelan aja jalannya,
buru-buru banget, candinya ga kemana-mana kok," ujar ku sambil berjalan
menyusul mahesa yang sudah jalan duluan.
Dia sangat terburu-buru dan terlalu antusias
untuk sampai ke candinya, laras hanya tertawa saja mendengar perkataan ku itu.
Kami pun menaiki anak tangga yang ada di candi tersebut dan tidak sengaja,
ketika sedang menaiki anak tangga tersebut, laras jatuh kepleset. Aku pun
langsung memegang laras dan memastikan bahwa laras baik-baik saja. sampai suara
langkah kaki terdengar dari atas anak tangga, itu adalah suara langkah kaki
mahesa, diapun turun kembali untuk menghampiri laras dan menyodorkan tangannya
pada laras. Laras pun memegang tanganya dengan erat.
"Gimana sih gus jagian cewe aja gabisa, gimana mau jagain Negara,"
ujar mahesa sambil kembali menaiki anak tangga bersama laras.
Pesiar kali
ini cukup menyenangkan bagiku karena lagi-lagi kita bertiga dapat libur pesiar
bersama dan menikmati indahnya alam. Yang sudah lama tidak dapat aku rasakan
selama berada di markas ksatria ini.
Suara
terompet berbunyi sangat keras, yang menandakan bahwa sudah saatnya semua
taruna/taruni untuk makan malam bersama. Kini karena aku sudah menjadi seorang
taruna senior, aku diberikan kesempatan sebagai pemimpin pada makan malam kali
ini.
Tidak terasa
hari cepat berlalu kini aku dan mahesa sudah di penghujung pendidikan akademi
militer, kami berdua sebentar lagi akan keluar dari markas kesatria ini dan
mejadi tentara sesungguhnya. Hari yang ku tunggu-tunggu pun tiba dimana hari
ini adalah hari upacara pelepasan ku, aku yang sudah mengakhiri masa pendidikan
selama 4 tahun disini. Tidak kusangka Aku dan mahesa bisa menjadi lulusan
terbaik di akademi militer pada angakatan kami. Pengalaman berharga yang tidak
dapat aku lupakan dan akan selalu aku kenang, susah senang bersama, solidaritas
yang sangat kuat, kebersamaan yang sangat erat membuat aku sangat berat untuk
meninggalkan markas kesatria ini, banyak sekali moment-moment yang tidak dapat
aku lupakan selama aku berada disini.
Setelah
selesai pendidikan selama 4 tahun, mahesa pun kembali menemui laras untuk
memberikan cincin yang ia pernah berikan dulu. Tetapi sebelum itu laras
menjelaskan sesuatu pada mahesa agar tidak terjadi salah paham antara mereka.
Bahwa laras tidak pernah menyuruh mahesa untuk menunggunya selama tiga tahun,
ia hanya menyuruh mahesa untuk konsentrasi dalam menyelesaikan pendidikanya.
Tetapi mahesa datang kembali kerumah laras setelah masa pendidikannya selesai,
ia hanya ingin meminta kepastian pada laras, apakah laras sudah bersedia untuk
menikah dengan mahesa. Laras pun bingung harus menjawab apa, dia hanya memberi
alasan kalau dia ingin kuliah terlebih dahulu. Laras juga meminta mahesa untuk
memberikan waktu satu hari lagi untuk memikirkan hal ini.
Setelah
selesai pendidikan, aku sendiri langsung pulang menuju kampung halaman ku di
jogja, aku sudah sangat merindukan ibu dan adik ku. Sesampainya dirumah aku
melihat ibu sedang merapikan pakaian laundry dan aku masuk diam-diam lalu
berpura-pura menyerahkan pakaian laundry pada ibuku, dia pun langsung sadar
bahwa itu aku, aku yang sudah kembali ke pelukan mereka.
"Assalamualaikum..." ucapku dari
luar rumah dan diam-diam langsung masuk mendekati ibuku.
"Waalaikumsalam..." jawab ibuku
yang belum meyadari kedatanganku.
Ketika ibuku menoleh ke belakang, akupun
sudah berada tepat di belakangnya, ia langsung menangis dan memeluk ku sangat
erat. Tidak lama adik ku pun datang dan langsung memeluku juga. Aku sangat
merasa bahagia karena sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan mereka.
Di pagi hari
yang cerah kini aku tidak lagi sarapan di markas ksatria tetapi kini aku sudah
sarapan bersama keluargaku kembali, walupun hanya dengan telor ceplok buatan
ibu, itu sudah lebih dari cukup untuk ku.
"Kak kak kak, ini siapa ka?" tanya
adik ku sambil menunjukan sebuah foto seseorang yang ada di hp ku, ternyata
foto itu adalah foto laras, akupun langsung mengambil hp itu dari tangan adikku
dan mencoba mengalihkan pembicaraan. Ketika aku mencoba untuk menelpon
seseorang ternyata kartu hp ku sudah hangus dan aku baru manyadarinya. Tidak
lama setelah itu ibuku tiba-tiba berkata
"Tapi cantik kok gus, kamu suka sama
dia?" Tanya ibuku setelah melihat foto laras tadi
"Tadinya, tapi keduluan sama temen,"
jawabku
"Tapi dia sudah menikah sama temen kamu
itu?" Tanya ibuku.
"Belum..."
"Apa Dia lebih suka sama temen kamu
itu?" Tanya ibuku.
"Gatau deh," jawabku sambil
tersenyum.
Lalu ibuku juga berkata jika aku benar-benar
suka dengan perempuan itu seharusnya aku ajak ia bertemu dan mengungkapkan
semua isi hatiku padanya bukan hanya pasrah dengan keadaan, bahkan kalau bisa,
rebut kembali perempuan itu dari temanku sendiri.
Selama ini
memang aku hanya bisa memendam semua isi hatiku pada perempuan itu, yaitu laras.
Sangat sulit untuk mengatakan kalau aku suka padanya. Terlebih ketika aku sudah
mengatahui mahesa juga menyukai laras dan dia berani mengungkapkannya duluan.
Aku hanya bisa diam saat itu. Sekarang sudah saatnya aku berani mengungkapkan
seluruh isi hatiku pada laras, aku tidak boleh memendam perasaan ini terlalu
lama lagi. Akupun mencoba menghubungi laras kembali.
Aku mengirim kan pesan melalu sms kepada
laras.
"Laras,
ini aku bagus, Ini nomer baruku
Aku ingin bicara."
Tetapi sayangnya laras hanya membaca pesan ku
tanpa dibalas olehnya. Ternyata sebelum aku mengirim pesan pada laras, ia baru
saja menerima lamaran dari mahesa dan hal itu memubuat perasaan laras sangat
kacau, karena sebenarnya laras itu tidak suka pada mahesa melainkan ia suka
kepada. Tetapi aku sudah terlambat
mengungkapkan semua ini.
-3 tahun kemudian-
Mahesa
diberikan tugas satuan halilintar, yaitu mahesa beserta timnya akan dikirim ke
flores untuk melakukan operasi pembebasan sandera. Mengetahui hal tersebut
mahesa pun mengabari laras bahwa dia akan pergi untuk bertugas dan ia ingin
memastikan sekali lagi kapan dia dan dan laras akan menikah, karena mahesa
sudah merasa bahwa dari awal laras sudah ragu pada tawaran lamaranya. Semakin
lama laras semakin ragu dengan lamaran mahesa karena laras sudah terlalu lama
mengulur waktu.
Hari
pengiriman untuk penugasan operasi pembebasan sandera pun tiba, mahesa beserta
timnya dikirim melalu udara, mereka mengirimkan mahesa beserta tim nya melalui
udaran dan menjatuhkannya disekitar hutan tempat penyaderaan. Ketika menyusuri
hutan tersebut mahesa melihat ada dua orang yang sedang membawa kayu didalam
hutan dan orang tersebut adalah aku, awalnya mahesa tidak menyadari bahwa orang
itu adalah aku karena aku telah menyamar menjadi orang biasa yang sedang
mencari kayu di hutan, akupun tidak menyangka bahwa akan ditugaskan bersama
dengan mahesa. Setelah itu kami pun segera melakukan operasi pembebasan
sandera, suasana yang sangat mencekam di dalam hutan, karena kita sedang
berperang melawan para penyandra tersebut. Tetapi mahesa terkena tembakan dua
kali ditangannya dan mahesa langsung jatuh terbaring, aku yang melihat mahesa
sudah terbaring lemas langsung mebangunkan mahesa dan mencoba menyadarkan
mahesa kembali. Tapi sayangnya nyawa mahesa sudah tidak dapat terselamatkan
lagi. Mahesa tidak gagal dalam bertugas dia adalah tentara yang berani dan
bertanggung jawab dia sudah berhasil pada penugasan ini dia rela mempertaruhkan
nyawanya demi membebaskan para sandera.
Setelah
semua mengetahui bahwa mahesa sudah tiada, Kami semua pun dijemput menggunakan
helikopter dan membawa mahesa kembali pulang. Aku hanya bisa diam dan merenung
melihat mahesa yang sudah tidak bernyawa. Aku teringat pada semua kenangan ku
bersama mahesa selama pendidikan, dimana dulu dialah orang yang paling malas
dan banyak sekali melakukan kesalahan, tetapi seiring berjalannya waktu dia
dapat berubah dan menjadi orang yang lebih baik lagi, aku teringat pada
moment-moment dimana kita suka pergi dan menghabiskan waktu pesiar bersama.
Mengingat kenangan itu aku semakin merasa sangat kehilangan mahesa. Perasaan ku
kacau perasaan yang masih tidak percaya akan hal ini. Aku tidak hanya ingin
diam, Akupun loncat dari helikopter dan
kembali ke markas penyanderaan untuk membebaskan para sandera tersebut. Karena
tugas ini harus berhasil. Aku tidak ingin membiarkan perjuangan yang telah
mahesa lakukan sia-sia. Saat kembali memasuki wilayah penyanderaan tersebut,
akupun ikut tertembak oleh salah satu anak buah dari pimpinan penyaderaan
tersebut, lalu aku jatuh pingsan. Setelah aku sadarkan diri, aku kembali
mencoba untuk berjalan dan mencari pertolongan tetapi aku sudah tidak kuat
berjalan lagi, sampai akhirnya aku jatuh terbaring kembali. Tidak lama dari
kejadian itu ada beberapa tentara yang sedang melintasi kawasan ini dia
menemukan ku sudah berbaring tidak berdaya dibawah rintikan air hujan. Mereka
pun membawa ku kembali pulang.
Setelah
pulang aku menyempatkan untuk pergi ke makam mahesa, aku tidak kuat untuk
menahan tangis. Aku masih tidak percaya bahwa mahesa sudah meninggalkan ku
untuk selamanya. Aku juga memberikan penghormatan terakhir ku pada mahesa.
Selamat tinggal mahesa.
Setelah semua kejadian itu usai, aku
memutuskan untuk bertemu kembali dengan laras di jogja.
"Kenapa kamu tidak pernah berkabar gus?
Kamu marah ya," tanya laras.
"Tidak sepantasnya aku marah," jawabku.
"Kenapa?" tanya laras.
"Karena menurutku kamu berhak
melakukannya, kamu hanya berusaha untuk ngasih petunjuk ke aku kalau kamu sudah
ada ikatan dengan orang lain," jawabku.
"Orang lain, almahrum (mahesa) maksud
kamu?" Tanya laras sambil memasang wajah bingung.
"Kamu salah gus, aku datang ke pemakaman
almahrum (mahesa) semata-mata hanya sebagai teman, tidak lebih dan tidak kurang,”
ucap laras.
Laras tidak bisa mebalas cinta mahesa karena
laras sudah terlanjur mencintai orang lain tapi sayangnya laras tidak tahu
bagaimana perasaan orang itu padanya. Entah ia di anggap sebagai teman atau
sebagai adik. Mendengar laras berkata seperti itu aku pun langsung ingin
mengungkapkan sesuatu yang selama ini sudah kupendam pada laras.
"Laras," ucapku dengan tegas.
"Kalau benar orang itu hanya menganggap
mu adik atau teman biasa saja, orang itu pasti bukan aku," ujar ku. Laras
yang mendengar perkataan itu langsung menoleh ke arah ku seakan tidak mengerti
apa yang sedang aku bicarakan. Lalu aku pun menggenggam tangan laras dan
meyakinkanya bahwa aku lah orang yang sudah mencintainya dan aku juga lah orang
yang telah dicintai oleh laras. Akhirnya Kita pun memutuskan untuk menikah,
tinggal bersama dan hidup bahagia.
-END -
Komentar
Posting Komentar